Opini
Kamis 28 April 2016 | 10:10 WIB
Laporan: Lalu Suhaimi Ismy*
Urgensi Regulasi Gim Daring
Modal utama membangun peradaban bangsa adalah lahirnya generasi yang memiliki akhlak dan intelektual yang unggul. Jika keduanya atau salah satunya absen, maka membangun peradaban bangsa yang gemilang akan berjalan terseok-seok.
Semua pasti berharap sangat besar Indonesia di masa depan akan menjadi bangsa yang memiliki peradaban yang unggul dengan diisi oleh generasi bangsa yang anggun dalam moral dan unggul dalam intelektual. Pada kenyataannya harapan itu tidak mudah untuk diwujudkan. Perlu adanya upaya serius dan sinergis oleh semua pihak, baik dari lingkup yang terkecil yakni keluarga, hingga lingkup yang besar yaitu pemerintah. Pasalnya untuk mencetak generasi bangsa yang unggul tidak semudah membalikan telapak tangan, banyak halang dan rintang menghadang.
Halang dan rintang dalam upaya mencetak generasi bangsa yang unggul di era globalisasi yang dibarengi dengan kecanggihan teknologi ini sangat terasa. Kecanggihan teknologi seperti internet yang dengan mudah bisa dinikmati, mempermudah kita untuk mengakses informasi, sehingga kita akan mengalami banjir informasi baik yang positif maupun negatif. Apabila si pengguna teknologi tersebut tidak diperkuat dengan modal iman yang kuat maka meraka akan buta, sehingga mereka akan mengakses hal-hal yang hanya menyenangkan bagi dirinya, padahal sesungguhnya sangat merugikan dan membahayakan bagi dirinya sendiri.
Di era kecanggihan teknologi saat ini, bangsa Indonesia dihadapkan pada permasalahan yang serius. Seperti akhir-akhir ini pengguna gim daring yang menyuguhkan aksi kekerasan hingga pornografi oleh oleh anak-anak sangat mengkhawatirkan. Anak-anak yang belum saatnya memainkan gim yang semestinya, malah mereka dengan bebas memainkan gim tersebut di warung internet (Warnet).
Seperti diketahui, laman Sahabat Keluarga yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengecap setidaknya ada 15 gim daring yang mengandung kekerasan dan berbahaya bagi anak. Pada laman tersebut mengutip penelitian yang dilakukan oleh Lowa State University, Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa bermain gim yang mengandung kekerasan selama 20 menit secara simultan dapat mematikan rasa empati anak-anak.
Diantaranya gim yang dicap berbahaya adalah Point Blank, World of Warcraft, Counter Strike, War Rock, dan Rising Force yang biasanya menjadi menu wajib di Warnet. Ada pula seri Call of Duty, Bully, GTA, dan Mortal Kombat yang populer di rental gim konsul playstation dan Xbox.
Penulis sangat miris membaca berita akhir-akhir ini yang menyuguhkan informasi bahwa gim-gim dengan tema kekerasan menjadi pilihan dan banyak dimainkan oleh anak-anak. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi anak-anak mengalami ketagihan bermain. Sehingga yang seharusnya di masa-masa emasnya mereka disibukkan dengan belajar untuk menggali ilmu demi masa depan yang lebih gemilang, malah tidak menjadi hal yang utama, dan malah terabaikan. Saking ketagihannya mereka juga berani melakukan prilaku menyimpang.
Seperti yang disampaikan Ketua Divisi Sosialisasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Erlinda yang menuturkan bahwa lembaganya menerima banyak pengaduan dari orang tua terkait pengaruh buruk dari gim daring pada anak-anak. Anak-anak berani mencuri uang tabungan orang tuanya dan menghabiskan uang tersebut untuk biaya bermain gim daring di warnet dan membeli gim secara daring.
Prilaku menyimpang anak akibat kecanduan gim daring berdasarkan pantauan KPAI hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia, dengan tingkat kerugian yang diderita orang tua pun beragam, mulai dari puluhan ribu hingga puluhan juta rupiah.
Fenomena tersebut bagi penulis sudah sangat mengkhawatirkan bagi keberlangsungan mereka yang sejatinya kelak di masa yang akan datang merekalah yang akan meneruskan pembangunan bangsa ini. sehingga perlu adanya upaya serius yang harus segera dilakukan oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini.
Pemerintah harus melakukan pengawasan yang ekstra ketat untuk menyelematkan generasi bangsa ini. Di negara yang bebas seperti Amerika Serikat saja dilakukan pengawasan dengan melakukan pelabelan terhadap sebagian gim dengan peringkat “T” alias “Teen” untuk remaja dan lainnya dilabeli “M” atau “Mature” untuk dewasa oleh Entertainment Softwere Rating Board (ESRB). Alasan pelabelan ini rata-rata kerena tingkat kekerasan yang terkandung dalam konten gim. Unsur pornografi dan referensi narkoba juga menjadi acuan pelabelan.
Selain itu, di nagara-negara lain juga memiliki kebijakan terkait gim daring. Seperti di Korea Selatan dan Cina memberlakukan regulasi yang ketat soal jam bermain gim daring. Pelarangan beredarnya produk-produk gim yang mengandung kekerasan dan seksualitas juga dilakukan oleh negara lain, seperti Australia yang melarang peredaran setidaknya 240 video game berbau kekerasan sepanjang 2015 oleh kejaksaan agung.
Kebijakan terkait itu juga diberlakukan di Amerika Serikat dengan menerapkan hukuman dan denda bagi penjual gim dewasa yang menjual kepada anak-anak di sejumlah negara bagian. Jepang juga membuat kebijakan dengan Computer Entertainment Rating Organization menjadi basis pelarangan penjualan gim remaja dan dewasa kepada anak-anak.
Pemerintah Indonesia seharusnya peka dengan membuat kebijakan yang serupa bahkan lebih ketat lagi guna menyelamatkan nasib generasi bangsa ini. Pemerintah pusat harus bertindak cepat dengan membuat regulasi yang tegas terkait gim daring (game online). Dengan adanya regulasi yang tegas ini maka pemerintah bisa dengan mudah untuk melakukan pengawasan kepada warnet-warnet yang “nakal” yang tidak bijak dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
Regulasi yang dibuat pemerintah nantinya harus benar-benar mampu memberikan efek jera, yakni dengan bersikap tegas dan benar-benar menjujung tinggi azas kejujuran dan keadilan. Tidak berjalan setengah hati seperti kebijakan-kebijakan yang selama ini diberlakukan tapi dalam implementasinya seperti yang bisa kita rasakan bersama dalam kehidupan berbangsa masih kurang konsisten dan kerap melahirkan pelanggaran.
Urgensi regulasi gim daring sudah sangat mendesak. Pasalnya sasaran gim daring adalah anak-anak. Di tangan merekalah nasib bangsa dipertaruhkan. Jika pemerintah lalai, dikhawatirkan akan melahirkan melahirkan generasi bangsa yang kasar, dan tidak memiliki empati terhadap sesama. Selian itu gim daring juga membuat anak lupa dengan waktunya. Lupa waktu belajar dan lupa bersosialisasi baik dengan keluarga maupun masyarakat. Ini sangat membahayakan bagi kemajuan bangsa di masa depan.
Melihat kondisi bangsa saat ini saja, minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Hasil studi deskriptif yang dilakukan oleh Central Concticut State University, Amerika Serikat harus menjadi perhatian yang serius. Pasalnya berdasarkan hasil studi tersebut menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-60 dari 60 negara yang diteliti dalam hal literasi.
Meskipin penelitian ini masih dipertanyakan tingkat kevaliditasannya, tapi ini setidaknya memperkuat hasil temuan sebelumnya yang menyatakan bahwa angka proporsi jumlah judul buku yang terbit terhadap jumlah penduduk. Ditambah lagi jumlah rata-rata buku yang terjual untuk setiap buku yang terbit hanya 3000 eksemplar.
Angka ini jauh berbeda dengan Turki yang jumlah penduduknya hanya sedikit di atas sepertiga jumlah penduduk Indonesia , jumlah rata-rata cetak pertama setiap judul buku bisa mencapai 10.000 eksemplar. Apalagi dibanding Jepang dan Finlandia yang masyarakatnya gila membaca, Indonesia masih jauh tertinggal.
Membiarkan hal ini terjadi, maka pemerintah sejatinya membiarkan anak-anak terjerumus dalam lembah kehancuran, karena efek negative dari gim daring ini sangat lah nyata. Meraka lebih senang bermain dari pada membaca. Sehingga dimasa yang akan datang tingkat membaca generasi yang akan datang makin terpuruk di banding generasi-genari sebelumnya.
Padahal untuk menciptakan peradaban yang unggul suatu bangsa pertama kali yang harus dilakukan adalah mewujudkan masyarakat yang cinta terhadap ilmu pengetahuan. Sedangkan untuk mampu mencinta ilmu pengetahuan itu harus melalui membaca.
Sebagai penutup penulis berharap kepada pemerintah untuk segera membuat kebijakan terkait gim daring guna menyelematkan nasib anak bangsa. Selain itu, kepada orang tua seyogyanya mampu memberikan pengajaran yang bijak kepada anak-anaknya agar tidak berlebihan dalam bermain gim daring apalagi gim tersebut mengandung unsur-unsur kekerasan dan pornografi.
Keluarga lah menjadi benteng utama membangun peradaban bangsa. Apabila seluruh keluarga di Indonesia mampu melahirkan generasi unggul yang cinta terhadap ilmu pengetahuan. Maka tinta emas untuk melukiskan peradaban bangsa Indonesia yang gemilang bukanlah sebuah mimpi, tapi akan menjadi sebuah kenyataan.
*Anggota DPD RI dari Propinsi Nusa Tenggara Barat dan Anggota BK DPD RI.
Comment