Liputan Khusus
Selasa 25 April 2017 | 22:02 WIB
Laporan: Maruf Mtq
Memimpikan Gerakan Buruh dengan Partai Politiknya Sendiri
Jakarta, visione – Hari ini kaum buruh akan memperingati hari buruh sedunia atau May Day di seluruh Indonesia hari ini, Minggu (1/5/2016). Diantara yang hari ini melakukan peringatan adalah kelompok Gerakan Buruh Indonesia (GBI) yang mewadahi tiga konfederasi buruh yakni KPBI, KSPI, dan KSPSI.
Pemimpin kolektif Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah menuturkan, bila ada sebanyak 95 ribu orang yang tergabung dalam GBI akan turun di Jakarta untuk memperingati May Day. Tema besarnya kata Ilhamsyah adalah “Saatnya gerakan buruh memimpin gerakan rakyat dengan partai politiknya sendiri”.
Pertanyaan besarnya, mungkinkah itu dapat dilakukan? Sementara dari tuntutan yang dilahirkan kaum buruh masih tak jauh dari tahun-tahun sebelumnya. Lagi-lagi soal sistem kerja kontrak dan kesejahteraan buruh. Padahal semestinya gerakan buruh lebih dari sekadar menuntut penghapusan sistem kerja kontrak.
Seperti disampaikan Ilhamsyah, GBI menyampaikan tiga tuntutaan utama, yaitu: Pertama, menuntut agar pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Peraturan itu menentukan kenaikan upah berdasar pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang rata-rata mencapai 10 persen setiap tahun.
Aturan itu, menurut Ilhamsyah, tak sebanding dengan kebutuhan hidup yang terus meningkat setiap tahun. “Kenaikan upah buruh setiap tahun sudah dipatok 10 persen, sedangkan kenaikan harga kebutuhan bisa di atas itu,” kata dia di Sekretariat Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia, Tanjung Priok, Jakarta.
Masalah lain dalam peraturan itu adalah hilangnya hak politik buruh dalam menentukan kenaikan upah. Sebelumnya, kenaikan upah ditentukan oleh Dewan Pengupahan yang mewakili unsur pemerintah, pengusaha, dan buruh. Mereka melakukan survei berbasis 60 item kebutuhan hidup layak.
Tuntutan berikutnya, meminta pemerintah menghentikan kriminalisasi terhadap aktivis buruh dan gerakan rakyat lainnya. Menurut Ilhamsyah, tindakan represif makin marak dilakukan aparat negara terhadap aktivis yang memprotes kebijakan pemerintah.
Beberapa di antaranya penangkapan 26 aktivis buruh yang melakukan aksi di depan Istana Negara Jakarta pada 30 Oktober 2015. Di Jawa Timur, dua orang buruh dipenjara lantaran dituduh mencemarkan nama baik saat melakukan aksi.
“Kami menuntut kepada pemerintah jangan lagi melakukan tindakan represif dan hentikan tindakan kriminalisasi yang dilakukan oleh negara terhadap rakyat yang berjuang,” ujar Ilhamsyah.
Tuntutan ketiga yakni agar sistem kerja kontrak dan outsourcing dihapuskan.
Memang terlalu melelahkan kita mendengar kampanye penataan untuk kaidah-kaidah kesejahteraan buruh; berupa jaminan sosial, upah minimum, sistem kerja maupun kualitas armada tenaga kerja, sementara kenyataannya kehidupan sosial kita semakin terpuruk.
Telah terlalu sering pula para elite berdebat soal rambu-rambu hubungan industrial yang saling menguntungkan, tapi kenyataannya nasib buruh semakin terjebak dalam labirin tak berujung.
Memang sudah saatnya, kaum buruh menentukan nasibnya sendiri, dengan bersatu melakukan aksi-aksi kolektif untuk sama-sama mengatakan tidak pada neoliberalisme dalam bentuk apapun. [Mrf]
Comment