Opini
Senin 20 April 2020 | 17:01 WIB
Laporan: Rahman Faisal, S.S., M.M
DAMPAK PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR (PSBB) PADA KEGIATAN MASYARAKAT

Indonesia tidak menggunakan istilah (Lockdown) namun menggunakan strategi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut tentunya merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723). Berdasarkan Permenkes No. 9 Tahun 2020, arti dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9). Sejauh ini wilayah yang telah memberlakukan PSBB yaitu Jakarta sebagai Provinsi Pertama yang menerapkan PSBB disusul oleh Provinsi Jawa Barat meliputi Bodebek (Bogor, depok dan Bekasi). Berikutnya Kota Pekanbaru, Riau memulai PSBB sejak tanggal 17 April 2020 diikuti oleh Provinsi Banten mencakup wilayah Tangerang Raya mencakup Kota Tangerang, Kab. Tangerang dan Kota Tangerang Selatan pun sudah dijalan per tanggal 18 April 2020 Provinsi Sumatera Barat pun tidak mau tertinggal guna mencegah penyebaran Covid-19 di wilayahnya mulai 18 April 2020. Untuk Sulawesi Barat yaitu Kota Makassar pun sudah menerapkan PSBB pada 24 April 2020.
Ada yang menarik adalah bagaimana dampak sosial dari pemberlakuan PSBB ini? Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kesehatan sudah dengan tegas mengeluarkan kebijakan dan Pemerintah Daerah mendukung dengan Peraturan Gubernur terhadap pelaksanaan PSBB. Sejak pemberlakuan PSBB, Dampak sosial dari PSBB ini yang pertama yaitu Work From Home atau istilahnya Bekerja dari Rumah. Namun untuk sebagian pelaku usaha dapat pengecualian untuk beroperasi dengan adanya pembatasan SDM yang bekerja maupun mekanisme kerjanya sehingga Perusahaan tetap dapat memproduksi produknya. Sehingga kita juga mengenal istilah Work from Office artinya mereka masih harus bekerja di kantor karena kebutuhan masyarakat seperti fasilitas kesehatan dan lainnya (Sesuai dengan pelaku usaha yang dikecualikan dapat beroperasional).
Dampak sosial kedua yaitu mahalnya harga masker dan juga hand sanitizer (cairan untuk cuci tangan). Sekalipun ada harganya jauh berbeda, semula harga masker untuk 1 dus isi 50 berkisar Rp. 50.000 – 100.000, kini harganya naik bahkan ada yang menjual hingga Rp. 400.000. Dampaknya masker kian langka kalaupun ada akan berbeda harganya. Dari dua produk saja kita melihat dampaknya yaitu masyarakat menjadi sulit mendapatkan masker. Selain itu multivitamin C juga susah mendapatkannya, diberbagai modern market saja sulit menemukan supplement vitamin C. Tentunya Pemerintah diminta untuk menidak tegas para penimbun masker maupun hand sanitizer melalui Kepolisian. Dampak sosial lainnya adalah kegiatan keagamaan, misalnya peribadahan yang mendatangkan orang banyak diminta untuk sementara waktu dilakukan upaya pencegahan dengan memperbanyak beribadah dari rumah. Tidak sedikit yang bersuara keras, kenapa untuk beribadah harus dilarang? Mungkin seperti itu luapan suara keras atas pembatasan sosial ini. Dengan banyaknya orang yang berkumpul, kita sejatinya tidak tahu apakah semuanya dalam kondisi tidak tertular atasu status Covid-19 positif atau negative? Dengan adanya pembatasan, maka upaya penularan dapat dicegah. Itulah yang menjadi tujuan dari pembatasan sosial tersebut.
Berikutnya dampak sosial kegiatan masyarakan yang ke empat yaitu jika kita perhatikan dan/atau secara tidak sadar, hal ini sudah menumbuhkan tingkat kesadaran kita sebagai masyarakat untuk hidup bersih, misalnya dengan rajin mencuci tangan, mengenakan masker jika keluar dari rumah. Tentunya hal ini dilakukan untuk pencegahan Covid-19. Masyarakat berbondong-bondong untuk saling peduli ke sesama terkait pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Bahkan sebelum dilarang, penggunaan disinfektan untuk tubuh juga dilakukan namun Badan Kesehatan Dunia (WHO) tidak merekomendasikan penggunaan disinfektan untuk tubuh. Namun untuk kendaraan, lingkungan sekitar kegiatan disinfektan tetap boleh dilakukan.
Dampak lainnya yang kelima yaitu tumbuhnya tingkat solidaritas sesama untuk saling membantu satu sama lain. Kita sadari bahwa Covid-19 sudah menggenggut nyawa yang tidak sedikit, tidak hanya satu Negara tapi dunia juga banyak korban jiwa yang telah gugur. Kepedulian kita terhadap diri sendiri dan orang lain secara sosial memberikan efek yang positif. Misalnya pekerjaan untuk tenaga medis (Dokter maupun perawat) yang menjadi garda terdepat melawan Covid-19. Bahkan ada yang gugur mebuat empati dan simpati kita kepaa tenaga medis kita tumbuh. Tidak sedikit pula masyarakat mengirimkan bantuan APD, Masker, sarung tangan medis serta Vitamin kepada mereka untuk dapat membantu mereka yang sudah dinyatakan positif mengidap Covid-19. Tidak sedikit baik pejabat pemerintah, partai politik, anggota dewan baik DPR, DPRD Provinsi maupun Kab/kota turun memberikan penghasilan mereka untuk membantu warga agar terhindar dari wabah Covid-19.
Dampak lainnya yaitu yang keenam sedikit tidak mengenakan, yaitu munculnya penolakan warga terhadap jenazah yang wafat karena covid-19. Hal ini tentunya diperlukan peran serta aparat penegak hokum untuk membantu hal tersebut. Sejatinya masyarakat tidak perlu sampai menolak jenazah yang akan dikebumikan walaupun sudah positif Covid-19, dikutip dari berbagai sumber Jenazah yang telah wafat tidak dapat menularkan Covid-19. Perlunya standar penanganan jenazah pengidap Covid-19 harus dilakukan dengan standard yang tinggi. Bahkan kita bisa lihat tidak sedikit masyarakat enggan membantu mengebumikan jenazah yang positif Covid-19. Mereka tidak mau tertular dan masyarakat yang menolak beralasan wilayahnya tidak mau tertular dengan adanya jenazah yang dikebumikan di wilayah mereka.
Dampak sosial pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejatinya bukan menolak dan atau memprovokasi. Namun jika kita melihat secara jujur, mereka yang menolak itu sebenarnya mereka tidak tahu dan/atau malah terprovokasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Sejatinya kita sebagai masyarakat jika di lingkungan sekitar terjadi penolakan, berikanlah mereka pemahaman yang baik serta diperlukan turun tangan pihak yang berwenang sehingga masyarakat dapat terbuka secara pengetahuannya. Dampak sosial juga banyak yang positif, inilah yang harus ditingkatkan. Dengan taat kepada aturan pemerintah Pusat maupun daerah kita sudah berpartisipasi melakukan pencegahan penyebaran Covid-19. Sehingga penyebarannya dapat diminimalisir dan dapat memutus mata rantai penyebarannya. Inilah yang perlu didorong kepada masyarakat agar senantiasa melakukan upaya pencegahan penyebaran dan penularan Covid-19.
Sebagai penutup tentunya kita berharap dan berdoa agar Wabah Covid-19 dapat segera berlalu sehingga kita dapat melakukan kegiatan dengan baik. Apalagi umat Islam di dunia agar segera memasuki Ibadah bulan Puasa Ramadhan. Semoga Allah SWT memberikan kesembuhan kepada semua warga Negara dibelahan Dunia agar terbebas dari Covid-19. Tentunya jangan sampai Ibadah juga terputus, kita sebagai Umat Muslim juga ingin merayakan Bulan Puasa dengan gembira dan pada hari Kemenangan yaitu Hari Raya Idul Fitri, semua menjadi Pemenang. Semoga Allah SWT merahmati kita semua dan menjauhkan kita semua dari wabah Covid-19.
Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang
Comment