Pencerah

Sabtu 20 Februari 2016 | 10:30 WIB

Laporan: Ma'ruf al-Bugury

Satya Widya Yudha: Perjalanan Karier 23 Tahun di Industri Migas

Satya Widya Yudha

Jakarta - You can do more than you think you can adalah motto hidupnya sebagai seorang profesional yang telah berkarir selama 23 tahun di industri migas. Bagi SWY, seseorang harus melakukan action lebih dari apa yang dia atau orang lain pikir bisa lakukan. Pada intinya kita harus melakukan sesuatu tindakan dan menyelesaikannya, tidak berhenti sebatas pemikiran semata yang kadang menimbulkan keterbatasan. SWY tidak menyukai keterbatasan dalam menjalani hidup, ia percaya dalam hidup ini banyak kesempatan yang ditawarkan, tinggal tergantung kita mau diapakan tawaran-tawaran tersebut.

Berbekal pendidikan dan pengalaman profesional di migas, pada tahun 2009, SWY niatkan diri untuk maju ke pemilihan sebagai calon anggota DPR RI komisi VII yang mengurusi bidang Energi, Lingkungan, Riset dan Teknologi. Sebagai seorang profesional yang banting strir ke politik tentunya SWY merasakan pengalaman yang sangat menarik.

SWY lahir dan besar di Kediri, melanjutkan sekolah di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) di Surabaya dan lulus sebagai sarjana offshore engineering. Karena pendidikan adalah hal yang ia anggap vital, sehingga penting baginya untuk melanjutkan studi ke tingkat selanjutnya, pada saat itu pilihan jatuh kepada Manajemen Proyek Migas (Oil and Gas Project Manajement), Msc dari Cranfield University School of management di Beford, Inggris.

Pengalaman berkarir di migas bersama ARCO, BP dan Vico  membuat SWY dapat merasakan bekerja di manca negara. Seperti pada waktu SWY bersama ARCO dan BP di Washington DC, Amerika Serikat, yang pada saat itu peran dan tanggung jawabnya sebagai Direktur Pengembangan Bisnis dan Relasi, pada saat BP mengakuisisi ARCO SWY pun dipercaya untuk menjabat sebagai Direktur Hubungan Internasional BP Plc. yang ditugaskan di London. Setelah itu SWY sempat balik ke Indonesia karena ditugaskan sebagai VP setelah 2 tahun kembali bertugas di Jakarta SWY kembali ditugaskan di BP China sebagai Direktur Pengembangan Suplai LNG. Setelah China SWY ditugaskan di BP Vietman sebagai Direktur Strategi Bisnis dan ini adalah kali terakhir SWY bekerja di luar negeri dan kembali ke Indonesia sebagai perwakilan BP di Vico Indonesia menjabat sebagai Direktur Deputi Pengembangan Bisnis Gas Metan Batubara yang mana merupakan posisi terakhirnya di profesional dan selanjutnya SWY menyemplung ke dunia politik sebagai penyeimbang karirnya di dunia migas Indonesia.

SWY merasa bersyukur atas eksposure yang didapatkanbya dari pengalaman bekerja di industri migas di manca negara yang membuatnya familiar dengan situasi geopolitik dan ekonomi di negara-negara di Asia seperti di Indonesia, Cina, dan Vietnam. Pernah ada yang bertanya pada dirinya bagaimana potensi migas Indonesia dibandingkan di Cina dan vietnam, pertama-tama kita harus melihat ada kesamaan dari 3 negara di Asia ini yaitu sama-sama kaya akan sumber daya migas namun banyak yang masih belum dikembangkan. Selain itu pertumbuhan ekonomi memegang peranan penting bagi ketiga negara ini, saat ini pertumbuhan ekonomi Cina ada diangka 9.5%, tertinggi di Asia, di posisi ke dua adalah Vietnam diangka 8.5% dan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia 6.5%. Angka 6.5% saat ini termasuk angka yang baik menimbang saat ini perokomian dunia sedang berada di masa sulit terutama karena krisis ekonomi di Amerika dan Uni Eropa. Namun Indonesia tidak boleh lengah, Pemerintah harus ekstra hati-hati terhadap bentuk pengeluaran dan belanja negara, ekonomi kita harus diberi stimulasi untuk mengubah sesuatu yang potensial menjadi menguntungkan untuk kelangsungan pertumbuhan ekonomi.

Mengenai isu mengapa banyak expatriat yang dipekerjakan di Indonesia, terutama di industri migas, menurutnya, mari kita lihat situasi Indonesia saat ini yang masih sangat membutuhkan pendanaan besar dan teknologi canggih. Yang mana kedua hal itulah yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan asing yang berkontrak dengan Pemerintah Indonesia yang disebut dengan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) untuk mengoperasikan lapangan-lapangan migas di Indonesia sebagai kontraktor termasuk juga sumber daya manusianya. Tentunya, harapan kita ke depannya Indonesia dapat menjadi mandiri sehingga dapat menurunkan angka impor tenaga kerja asing dan sebaliknya memprioritaskan dan menambah angka tenaga kerja Indonesia untuk membangunan negeri tercinta Indonesia. Saat ini perusahaan nasional kita belum sampai kepada titik puncak dimana kemandirian dalam hal keuangan, teknologi dan sumber daya manusia mampu berdiri sendiri sebagaimana perusahaan kelas dunia seperti Exxon Mobil dan Chevron. Dalam hal ini, SWY bersama Komisi VII terus mendukung apapun yang diperlukan agar Pertamina dalam hal ini perusahaan negara (BUMN) untuk menjadi perusahaan kelas dunia dan berstandar internasional.

TAG BERITA

Comment