Opini
Senin 02 Mei 2016 | 17:23 WIB
Laporan: Mujamin Innce
Omerta di Panama Papers

Visione.co.id- Omerta adalah hukum tutup mulut dalam tradisi mafia di Sicilia. Hukum berkode hening yang berlangsung di salah satu daratan otonom daerah Italia ini.
Mula-mula seorang pemimpin besar mafia, sebut saja namanya Don Raymonde Aprile ditembak mati di hadapan ke tiga anaknya oleh sosok misterius. Dunia bawah tanah gempar hanya sesaat sebelum akhirnya semua orang bungkam.
Siapakah manusia yang berani membunuhnya? dan apa motifnya? Tak ada satupun orang yang mau bicara bahkan aparat kepolisian pun enggan melakukan investigasi. Dunia bawah tanah New York diam tak bergeming dan mencekam. Hingga suatu ketika uanglah satu-satunya barang aneh yang berkuasa bicara.
Adalah Inzio Tulippa namanya, pemimpin besar kartel obat bius Kolumbia, raja narkotika internasional yang memiliki reputasi mulia sebagai pembela hak para petani ganja dan koka, memiliki koneksi baik dengan kepolisian, kejaksaan, bea-cukai, bajak laut dan bahkan sampai para duta besar sekalipun.
Setelah berhasil menyelundupkan narkoba yang bernilai miliaran dolar ke masyarakat waras Amerika yang punya banyak uang, manusia hebat ini “bingung” putar otak bagaimana cara menyimpan uangnya yang begitu melimpah ruah. Ia sempat berfikir sederhana kalau di simpan di rumah tentu saja tidak mungkin (bagaimana kalau kebanjiran atau kebakaran), dimasukkan ke dalam brankas yang paling jumbo sekalipun pasti tidak muat. Dan di Bank tentu pasti akan menjadi nasabah yang mencurigakan. Inzio Tulippa mengutuk sistem perbankan yang mewajibkan nasabah ‘buaya’ sepertinya harus menjelaskan dari mana sumber uangnya.
Mafiaso Bermetafora
Bos Narkoba tersebut akhirnya melakukan hal yang lazim dilakukan oleh mereka para pesohor yang memiliki segunung uang haram. Sepertinya sama, ada kemiripan dengan praktek kejahatan pajak yang sangat sering terjadi yang melibatkan para kalangan jejaring koruptor, buronan bankir Indonesia melakukan upaya “menyembunyikan" uang haramnya di negara surga bebas pajak. Mafia perbankan dan menyamarkan” uang ilegalnya dengan jenis transaksi yang sah yaitu Money Laundring.
Kalau dulu mafia di Indonesia bermetamorfosis banyak melakukannya dengan cara menyimpan uang haramnya di banyak rekening dengan nama seluruh keluarganya atau atas nama palsu dirinya, belanja real estate dan barang-barang mahal, menyumbangkan pada yayasan amal bahkan tak jarang mereka investasikan dalam pemilu.
Tetapi Inzio Tulippa dan atau barangkali bisa jadi sederatan list nama yang tercatut di Panama Papers memilih cara lain. Ia (Tulippa) barangkali list nama (Panama Papers) membeli bank untuk membersihkan seluruh uang kotornya dari noda narkotika, korupsi dan prostitusi tanpa ada satu pihakpun yang tahu kecuali Tuhan dan malaikatnya.
Don Raymonde Aprile dibunuh oleh trio macan yang maha-kaya dalam waktu sekejap. Kaya mendadak dengan cara illegal boleh saja bisa menimbulkan masalah, tetapi solusi yang paling bagus adalah punya bank sendiri. Itulah yang akan dilakukan oleh Inzio Tulippa yang dibantu oleh seorang mafia paling berkuasa di New York City. Don Raimonde Aprile dibunuh agar mereka bisa membeli bank-bank kepada ahli warisnya. Sebab Don Aprile menolak menggunakan banknya sebagai tempat untuk mencuci uang hasil narkoba dan prostitusi.
Tax Amnesty Borgol Apa Tiket
Kalau seorang mafia besar sudah memiliki Bank maka dia bisa membersihkan seberapapun banyaknya uang kotor tanpa bisa disentuh oleh hukum.
Apakah Tuan Inzio Tulipa berhasil? Ternyata tidak. Dia tidak hanya gagal mencuci uang narkobanya, tetapi juga gagal mencuci jiwanya yang terbang setelah peluru tajam membantainya lebih sadis daripada ketika Don Raymonde terbunuh oleh konspirasinya yang kejam. Dia digagalkan usaha licik ini justru bukan oleh Kepolisian, bukan oleh Bank, bukan oleh Kejaksaan bukan oleh pegawai Pemerintahan. Tapi digagalkan oleh Astorre ‘Viola’ Zeno, sosok yang justru menjadi musuh polisi karena, cara kerja mafiasonya kadang jauh lebih canggih, unggul satu tingkat di atas kemampuan aparat kepolisian.
Jadi, kejahatan gelapkan pajak dan pencucian uang (Money laundering) kelas kakap adalah kejahatan yang amat serius, sangat rumit, sangat berbahaya dan hanya bisa dilakukan oleh mereka yang bernyali, pandai dan licik. Gelapkan pajak sampai berpotensi bangkrutkan negara atau money laundering adalah kejahatan favorit para mafiaso yang paling banyak membuat mereka berhasil menjadi miliuner sebelumnya akhirnya tobat menjadi orang saleh dan hadir sebagai manusia yang paling dermawan di tengah-tengah masyarakat beradab yang selalu mengeluh tentang ketidakadilan.
Kalau kasus dalam Omertanya Mario Puzo di atas, money laundering sekaligus pengemplang pajak dilakukan oleh mafia, untuk mafia dan diungkap juga oleh mafia-mafiaso dalam pengertian yang sungguh-sungguh.
Tapi kalau dalam kasus serupa yang tercantum pada "Panama Papers" yang ramai saat ini, kira-kira tax amnesty dilakukan demi kepentingan siapa? Benarkah atau adakah mereka yang profesinya seperti rekor Inzio Tulipa, Don Raymonde Aprile dan Timmona Portella mendapatkan tax amnesty? Jawabannya, bisa tidak bisa juga beragam. Sebab pelaku money laundring dan pengemplang pajak di Indonesia umumnya adalah orang-orang normal, sederhana dan berwajah lugu, terhormat di mata rakyat, abdi Negara yang sah dan punya hubungan yang baik dengan orang baik-baik. Tapi tingkat kejahatannya selevel dengan tokoh Omerta. Dan kisahnya yang "tidak menarik" untuk di-novelkan.
Seperti cerita film "Criminal" yang mengisahkan seorang agen Central Intelligence Agency (CIA) harus meninggal dalam sebuah misi menghentikan rencana jahat para mafiaso. Pengalaman dua pegawai pajak kita yang gugur di medan tugasnya, abdi Negara korban belatinya bandit pengemplang pajak triliunan. Tax Amnesty harus hadir layaknya sebagai model solusi, hadiah kepahlawanan untuk mereka.
Setelah berhasil memulangkan Samadikun Hartono, buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Tantangan selanjutnya bagiamana dengan Djoko Tjandra, buron kasus hak tagih (cessie) Bank Bali dan penjahat-penjahat lainnya yang mestinya di borgol dan di jebloskan pada penjara sukamiskin. Dunia gelap menunggu jawaban hukum yang terang berkeadilan. (amr)
Penulis Peneliti di Populis Institute
Comment