Opini
Rabu 07 Februari 2024 | 17:59 WIB
Laporan: Mohammad Nur Rianto Al Arif (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah)
Tantangan Kesehatan Indonesia
Indonesia telah mencanangkan untuk menjadi negara unggul pada usia ke-100 di tahun 2045 mendatang. Tujuan Visi Indonesia 2045 ialah menjadikan Indonesia sebagai negara maju yang berdaulat, mandiri, dan adil pada tahun 2045. Salah satu pilar ialah terkait dengan Pembangunan manusia. Dua hal yang harus diperhatikan dalam Pembangunan manusia ialah aspek kesehatan dan Pendidikan. Tulisan ini akan fokus membahas tantangan kesehatan di Indonesia dalam menopang pencapaian Visi Indonesia Emas 2045. Isu kesehatan merupakan salah satu hal yang dibahas pada Debat Kelima Capres di tanggal 4 Februari kemarin.
Jika kita merujuk pada data, secara umum status kesehatan Indonesia meningkat akan tetapi masalah kronis kesehatan tetap tinggi. Beberapa indikator kemajuan Pembangunan kesehatan dapat dilihat dari Usia Harap Hidup yang meningkat dari 70,2 tahun di tahun 2014 menjadi 71,4 tahun di tahun 2019. Kemudian 87% penduduk saat ini telah memiliki jaminan kesehatan, serta hampir seluruh Kecamatan telah terdapat jaminan kesehatan.
Tantangan Kesehatan
Tantangan kesehatan pertama yang dihadapi ialah keterbatasan akses ke layanan kesehatan. Banyak daerah di Indonesia, terutama di pedesaan, masih menghadapi kesulitan dalam mendapatkan akses ke layanan kesehatan yang memadai. Fasilitas kesehatan yang terbatas, jarak yang jauh, dan keterbatasan infrastruktur transportasi menjadi hambatan utama yang menghambat masyarakat untuk mendapatkan perawatan medis tepat waktu. Berdasarkan data sebanyak 51,14% puskesmas tidak tersedia 9 jenis tenaga kesehatan sesuai standar dan 24,7% RSUD Kelas C belum memiliki 7 dokter spesialis dasar dan penunjang.
Tantangan kedua ialah terkait kurangnya sumber daya dan tenaga kesehatan. Indonesia menghadapi kekurangan sumber daya manusia di bidang kesehatan, terutama di daerah terpencil. Kurangnya dokter, perawat, dan fasilitas kesehatan menyulitkan upaya pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Masih ada daerah yang belum dapat memenuhi kebutuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan, khususnya pada wilayah Indonesia Timur. Bahkan masih ada puskesmas yang tidak memiliki dokter, karena perawat dan bidan mendominasi ketersediaan tenaga kesehatan. Kondisi saat ini tenaga medis dan tenaga kesehatan terkonsentrasi di wilayah Indonesia Barat terutama Jawa-Bali. Distribusi dokter spesialis masih belum merata antar daerah, kekurangan dokter spesialis paling banyak dijumpai di wilayah Timur Indonesia.
Tantangan ketiga ialah terkait dengan masalah gizi dan gaya hidup. Tantangan gizi terus menjadi isu serius di Indonesia, berdasarkan data Tingkat stunting Indonesia masih tinggi yaitu sekitar 21,6%. Kurangnya pemahaman akan pentingnya gizi seimbang, terutama di kalangan anak-anak, dapat menyebabkan masalah pertumbuhan dan perkembangan. Di samping itu, perubahan gaya hidup seperti pola makan tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik juga menjadi penyebab meningkatnya kasus obesitas dan penyakit terkait. Data menunjukkan prevalensi obesitas sebesar 21,8%.
Tantangan keempat ialah terkait penyakit menular dan tidak menular. Indonesia masih menghadapi beban penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis, dan infeksi saluran pernapasan. Kasus baru tuberculosis di Indonesia merupakan peringkat ke-2 dunia dan kasus Kusta peringkat ke-3 dunia. Hal ini disebabkan pengobatan belum optimal, termasuk kepatuhan minum obat rendah. Sementara itu, penyakit tidak menular seperti diabetes, penyakit kardiovaskular, dan kanker semakin meningkat prevalensinya. Faktor risiko pada penyakit tidak menular meningkat karena kurang aktivitas fisik, merokok, dan kurangnya konsumsi sayur dan buah. Serta konsumsi GGL (gula, garam, dan lemak) yang berlebih.
Tantangan berikutnya ialah terkait dengan kesehatan mental. Kesadaran tentang kesehatan mental semakin meningkat, tetapi masih ada stigma yang melekat di masyarakat terkait dengan masalah kesehatan mental. Akses terbatas ke layanan kesehatan mental dan kurangnya pemahaman mengenai pentingnya kesehatan mental turut menyulitkan penanganan masalah ini. Data menunjukkan bahwa terdapat 9,8% penduduk usia diatas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional dan 6,1% mengalami depresi. Kemudian 35% ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) tidak mendapatkan pelayanan sesuai standar. Hanya 9,89% penduduk usia di atas 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang mendapatkan skrining dan hanya 26,97% penyandang gangguan jiwa memperoleh layanan di fasilitas layanan kesehatan.
Upaya Transformatif Bidang Kesehatan
Upaya pertama yang dapat dilakukan ialah perluasan investasi pelayanan kesehatan primer sampai Tingkat desa dan kelurahan termasuk kelembagaan kader kesehatan. Sebagian besar Rumah Sakit di Indonesia masih masuk dalam kategori tipe C dan D, masyarakat harus dirujuk ke RS di provinsi apabila butuh penanganan lebih lanjut. Hal ini menyebabkan penanganan yang terlambat. Data menunjukkan baru 22 RS di 17 provinsi yang mampu melayani stroke, 10 provinsi belum memiliki 1 RS dengan layanan kemoterapi, hanya 12 provinsi yang menjadi jejaring rujukan kanker, dan rata-rata waktu tunggu layanan bedah jantung anak diatas 6 bulan di setiap RS. Oleh karenanya pemerintah perlu melakukan investasi kesehatan sehingga di tiap Kabupaten/Kota memiliki rumah sakit tipe A dan B, sehingga penanganan kesehatan kepada masyarakat dapat tertangani lebih cepat. Salah satu capres pada debat kelima kemarin menyatakan siap membangun rumah sakit hingga puskesmas modern di setiap daerah di Indonesia.
Upaya kedua ialah melakukan penambahan SDM tenaga medis dan tenaga kesehatan. Jumlah produksi tenaga medis dan tenaga kesehatan masih belum memenuhi kebutuhan SDM terutama di daerah 3T dan wilayah Indonesia Timur. Pemerintah perlu memberikan beasiswa khusus kepada pemuda-pemuda di daerah untuk menjadi tenaga kesehatan, termasuk beasiswa untuk menjadi dokter spesialis dasar seperti penyakit dalam, anak, bedah, obsetri dan ginkelogi. Saat ini biaya untuk menjadi tenaga kesehatan sangat tinggi, hal ini menjadikan hambatan bagi pemuda-pemuda pintar namun kurang mampu secara ekonomi untuk dapat menempuh Pendidikan tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, dan bidan. Salah satu capres pada debat kelima kemarin menyampaikan bahwa untuk mengatasi kekurang dokter akan diatasi dengan cara menambah jumlah fakultas kedokteran di Indonesia dan mengirimkan siswa berprestasi untuk belajar kedokteran ke luar negeri sebagai solusi jangka pendek.
Upaya selanjutnya terkait masalah stunting dan kurang gizi ialah dengan memberikan bantuan gizi untuk calon ibu, ibu hamil, dan ibu menyusui serta bantuan MPASI melalui PAUD dan Posyandu. Hal ini diharapkan mampu mengurangi angka kematian ibu ketika melahirkan. Periode 1000 hari pertama kehidupan merupakan periode emas dalam proses perkembangan fisiologis manusia untuk menjamin tumbuh kembang yang baik. Pemantauan gizi ibu hamil, pemberian makanan bergizi untuk bayi, dan promosi praktik pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dapat membantu mencegah stunting.
Upaya keempat ialah terkait edukasi gizi dan gaya hidup sehat penting untuk diintensifkan. Melakukan kampanye edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi seimbang. Ini melibatkan penyuluhan mengenai pola makan sehat, pemilihan makanan bergizi, dan praktik pemberian makan yang tepat untuk anak-anak. Bantuan pemeriksaan kesehatan gratis secara berkala akan dapat menjadi mekanisme preventif munculnya penyakit menular dan tidak menular di Indonesia. Upaya kesehatan melalui promotif dan preventif harus lebih diintensifkan dibandingkan dengan kuratif dan rehabilitatif.
Selanjutnya, pemerintah memiliki peran krusial dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan mental masyarakat. Mengadakan kampanye penyuluhan dan edukasi tentang kesehatan mental, termasuk menghilangkan stigma dan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang masalah kesehatan mental. Program ini dapat dilakukan melalui media massa, sosial, dan kampanye langsung di masyarakat. Meningkatkan aksesibilitas dan ketersediaan layanan kesehatan mental yang terjangkau. Hal ini mencakup pengembangan fasilitas kesehatan mental, pelatihan tenaga kesehatan mental, dan pemberian dukungan finansial kepada mereka yang membutuhkan. Mengintegrasikan layanan kesehatan mental ke dalam sistem kesehatan umum. Hal ini dapat meningkatkan deteksi dini, diagnosis, dan perawatan masalah kesehatan mental seiring dengan kunjungan kesehatan rutin.
Mengatasi tantangan kesehatan di Indonesia memerlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Peningkatan akses ke layanan kesehatan, edukasi masyarakat, pencegahan penyakit, dan penguatan infrastruktur kesehatan merupakan langkah-langkah kunci untuk mencapai tujuan kesehatan yang lebih baik di masa depan. Peningkatan kualitas kesehatan menjadi salah satu elemen kunci dalam meningkatkan kualitas Pembangunan manusia untuk meraih visi Indonesia Emas 2045.
Penulis adalah Mohammad Nur Rianto Al Arif (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah)
Comment