Opini

Senin 19 Nopember 2018 | 12:07 WIB

Laporan: Nur Fitri Indriyani

Kembali Ke Standar Emas

Nur Fitri Indriyani, Mahasiswi Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA

Indonesia, tidak selalu dirugikan dalam keadaan rupiah yang sedang melemah. Kita hanya memikirkan hal-hal negatif yang terjadi dalam keadaan ini. Ada keuntungan yang didapat saat nilai dolar naik di Indonesia, yaitu eksportir akan memperoleh keuntungan yang lumayan, barang lokal Indonesia yang dapat melejit, negara akan bijak dalam melakukan kredit, masyarakat menjadi hemat,  peningkatan dalam sektor pariwisata, para pekerja bergaji uang paman sam akan kebanjiran rupiah, dan lain sebagainya.

Dolar bergantung pada ekspor impor yang kita lakukan, jika ekspor Indonesia meningkat maka devisa negara akan bertambah sehingga dolar di Indonesia akan menurun nilainya. Baru ini, Indonesia akan mengekspor 1,3 juta unit produksi otomotif ke Amerika dan Eropa. Dalam hal ini, eksportir akan kebanjiran uang dan devisa negara akan kembali bertambah. Beda halnya dengan barang lokal yang dapat melejit, dikarenakan barang-barang impor naik harganya maka banyak orang Indonesia yang berpikir untuk membeli barang yang lebih murah dengan fungsi yang sama sehingga barang lokal dapat melakukan promosi yang besar agar produknya dapat melejit di negaranya sendiri.

Kita tidak dapat menutupi realitanya bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan utang ke berbagai lembaga asing atau negara yang lebih maju untuk menutupi kebutuhan negara yang meningkat "katanya". Dalam keadaan dolar yang meningkat seperti ini, seharusnya para pemimpin di luar sana lebih bijak untuk melakukan utang mengutang ke lembaga asing karena tanggungan akan semakin besar untuk melunasinya. Uang yang kita pinjam dalam berbentuk dolar membuat angka utang yang kita miliki menjadi sangat fantastis jika keadaannya mata uang sendiri sedang terpuruk seperti ini. Maka pemimpin negara harus lebih memerhatikan utang mengutang ke berbagai lembaga asing agar tidak terjadi krisis moneter kembali.

Sama halnya dengan masyarakat yang harus menghemat dalam membeli barang-barang, terutama yang berasal dari luar negeri. Kita mengetahui bahwa Indonesia merupakan orang yang gaya konsumtifnya tinggi. Dengan keadaan dolar yang naik seperti ini, janganlah terlalu boros menggunakan uang. Lebih baik tabung saja uangnya dan tunggu rupiah kembali menguat agar belanjapun mendapat banyak item yang diinginkan. Jika kita tetap membelanjakan barang dari  luar negeri, pajak yang dikenakan negara akan lebih besar dari sebelumnya.

Kalian pasti tahu bahwa sektor pariwisata kita juga sangat unggul dalam menambah devisa negara. Dimana lagi tempat atau wisata yang mempunyai keindahan yang begitu menakjubkannya seperti di Indonesia. Turis akan sangat senang jika berbelanja atau hidup di sini, dalam keadaan dolar yang sedang naik daun maka turis akan merasa "murahnya" berbelanja atau hidup di Indonesia. Jika sebelumnya 100 dolar sama dengan 1,2 juta rupiah, sekarang 100 dolar sama dengan 1,4 juta rupiah. Jika para turis gemar berwisata maka hasil selisih yang lumayan untuk keuntungan kita. Saat dolar naik, orang- orang sektor pariwisata akan gencar meningkatkan promosi untuk mendapatkan keuntungan besar.

Keuntungan keadaan dolar naik daun juga ada pada seorang internet marketer yang merupakan salah satu orang yang bergaji dolar yang jika dirupiahkan dalam keadaan dolar sedang naik daun seperti ini, maka untung yang didapat sangatlah lumayan. Seperti halnya para youtuber, blogger, dan lain sebagainya yang pendapatannya berasal dari klik per viewers sehingga menaikan grafik pendapatannya dalam aplikasi yang dapat dilihat dalam Google Adsense atau PayPal "biasanya". Dari aplikasi Google Adsense atau PayPal itu, kita bisa melihat berapa uang yang kita dapat dalam bentuk dolar yang nanti akan dikonversikan menjadi rupiah dan dapat diambil di setiap bank konvensional ataupun non konvensional sekaligus.

Dahulu nilai tukar uang berdasarkan standar emas yang negara punya, sekarang nilai tukar uang berdasarkan dolar USA sehingga jika suku bunga naik di Amerika maka mata uang Indonesia dapat melemah seperti saat ini. Para investor akan gencar berinvestasi di Amerika karena keuntungan memperoleh pendapatan lebih besar. Mengapa Indonesia tidak menaikan suku bunganya juga agar para investor mau menginvestasikan uangnya? Cobalah lihat kembali pertumbuhan perekonomian.

Kita harus melihat lagi keadaan perekonomian kita yang lebih banyak mengimpor barang ataupun jasa dibandingkan dengan mengekspor barang atau jasa. Indonesia harus meningkatkan angka eksportir agar perekonomian dapat mencapai titik equilibrium. Pendapatan negara kita ada pada konsumsi masyarakat, investor, dan kepemerintahan dalam ekspor dan impor, dimana tingkat ekspor lebih menjanjikan untuk menambah devisa negara juga mencapai titik perekonomian yang seimbang.

Menurut saya, nilai mata uang lebih baik kembali lagi menggunakan standar emas agar setiap negara mempunyai nilai mata uangnya sendiri. Kurs antar mata uang akan tetap ada, bedanya kita hanya akan mengenal satu mata uang tunggal yaitu emas. "Sistem flat money seperti sekarang ini mengakibatkan ketidakstabilan nilai mata uang yang berujung pada inflasi, fluktuasi kurs hingga krisis ekonomi yang berkepanjangan," kata Kepala Puslit Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mahmud Thoha di Jakarta, Senin (25/09) yang saya kutip dari laman Kapanlagi.com.

Jika sistem moneter kembali menggunakan standar emas maka setiap pencetakan uang kertas ataupun logam harus setara dengan cadangan emas yang dipunya oleh bank sentral di negara masing-masing. "Kalau setiap mata uang berstandar emas berarti setiap mata uang domestik dapat ditukarkan dengan mata uang asing pada tingkat tertentu. Misalnya setiap Rp10.000 uang kertas dicetak di Indonesia didukung cadangan satu gram emas, sedang di AS tiap 1 gram emas senilai US$1," katanya. Jika setiap negara menerapkan standar emas yang setara nilainya dalam sistem moneternya maka sumber destabilisasi moneter, keuangan dan perbankan dapat diredam, ujar pakar ekonomi itu. Mahmud Thoha pun memperkirakan cadangan emas yang Indonesia punya cukup untuk membuat uang kertas dan logam.

Mahmud Thoha pun berbicara bahwa kita dapat memulainya melalui transaksi keuangan bilateral. Misalnya, Indonesia dan Malaysia sepakat menggunakan uang dinar emas bagi transaksi perdagangan bilateralnya, maka cadangan emas yang diperlukan hanya sebesar net payment-nya saja. "Misalnya ekspor Indonesia ke Malaysia dalam suatu kuartal sebesar 5 miliar dinar, sedangkan ekspor Malaysia ke indonesia sebesar dinar 4,8 miliar, maka cadangan emas yang diperlukan untuk mendukung perdagangan bilateral kedua negara bukan sebesar 9,8 miliar tetapi cukup dengan 0,2 miliar atau selisih ekspor," katanya. Jadi Malaysia hanya pemindahbukuan saja, tidak perlu mengirimkan batangan emas bernilai 0,2 miliar dinar kepada Indonesia. Jika sistem moneter kembali menerapkan uang berstandar emas itu merupakan langkah awal yang cukup bagus untuk mendukung perdagangan internasional yang dapat dijalankan secara terencana dan terarah.

Penulis adalah Nur Fitri Indriyani, Mahasiswi Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA

TAG BERITA

Comment